Summit Attack Puncak Gunung Rinjani
Saat itu tepat pukul 01.00 waktu Indonesia Tengah, kita sudah siap berjalan untuk memulai pendakian ke puncak gunung yang sangat mendebarkan ketika dengar anginnya. Angin tidak terlalu kencang seperti siang harinya tadi. Semoga ini awal yang baik untuk kami mencapai puncak Rinjani.
Ayub mulai mencari jalan awal pendakian ke puncak, ane menyusul dan dua teman kami juga menyusul. Beberapa menit kita sudah lalui trek yang sulit bagi sandal-sandal kami tuk menapakkan jejaknya. Campuran pasir dengan kerikil kecil-kecil sulitkan kami untuk naik, karena seringnya kerikil masuk ke sandal kami. "Si Matic" terus berjalan, memang soal nanjak ia jagonya, di susul Ibnu Umar, ane dan Ayub. Ane rasakan kalau Ayub agak kesusahan melintas trek seperti ini, maka ane suruh "Si Matic" untuk berhenti dan Ayub berjalan dulu. Akhirnya Si Matic dan Ayub sudah bisa jalan bareng mendahului kami. Tapi gilirannya bang Ibnu mulai sakit perutnya, terasa mau "ke belakang" jadi dia naik sambil menahan buang air, sehingga agak susah jalannya.
Ayo...smangat !! rombongan pendaki yang lain mulai terlihat, dalam hati ane berharap jangan sampai di dahului mereka, karena kalau sudah di dahului orang biasanya semangat kita tambah down.
Nuansa Matahari Mulai Terbit, Masih Lumayan Jauh Puncak |
Satu jam kami lalui tanjakan penuh dengan kerikil kecil-kecil, satu jam berikutnya trek agak landai, alhamdulilah....
Tapi angin semakin kencang Pendakian yang mendebarkan, dengan nyala lampu senter bang Ibnu yang makin redup, diliputi deru angin yang makin kencang, dan udara dingin mulai terasa menusuk kulit-kulit kami. Si Matic terus berjalan, sampai di sebuah batu, tampaknya ini batu yang terakhir sebelum trek yang berbentuk huruf 'E'.
Waktu masih jam 03.00, perkiraan kami masih terlalu pagi untuk terus ke puncak, takutnya semakin kedinginan kalau tiba di puncak terlalu pagi. Angin benar-benar semakin kencang.
Satu jam kita habiskan untuk berlindung di batu besar tadi, para pendaki mulai ikut-ikutan berhenti di batu. Kita dengar komentar mereka, dari pendaki lokal dan pendaki manca, rata-rata mereka tidak selamat dengan yang namanya angin kencang dan dinginnya udara yang smakin menggigit. Yang gak sopan sih pendaki manca, masak di depan kami mereka berpelukan,saling menghangatkan diri. Ya Allah..!!
Tampaknya sulit kita untuk ke puncak, gimana kita mau sholat kalau tempat di penuhi pendaki, tidak tahu juga apa kita bisa sholat di puncak, apa kita tidak terbang tertiup angin. Ane berpikir, tubuh ane ini ringan banget, bisa terbang tertiup angin. Maka disepakatilah kita turun sebentar, cari tempat yang agak lapang lagi, suasana pasar udah terasa, ramainya pendaki buat jiwa-jiwa kami tidak tenang untuk bercampur "ikhtilat" dalam kondisi yang sulit tuk menegakkan badan.
Akhirnya kita berhenti di tempat yang agak luas, walaupun itu ternyata jalan pendakian, tapi masih bisa di lalui dan untuk sholat masih bisa juga. Berdiri untuk sholat di saat badan ini sulit sekali tuk berdiri, telinga terasa sakit ketika angin bertiup. Alhamdulilah selesai kewajiban kami sebagai seorang muslim untuk tetap menegakkan sholat sudah terlaksana. Ayo smangat lanjutkan pendakiannya..!!
Tapi ternyata untuk mendaki sangat sulit, karena angin seakan mau terbangkan tubuh kecil ini. Ane lihat Si Matic terus nanjak tanpa hentinya, lalui para pendaki lokal dan manca, ntah dia tak terlihat lagi. Di susul Ayub yang dengan tongkatnya, mencabik-cabik trek berpasir yang berterbangan seperti badai pasir, terkadang pasirpun masuk ke mata. Ane ketemu bang Ibnu yang berhenti, terlihat mukanya makin tidak terkondisikan dengan angin dan udara dingin menusuk kulit-kulit kami, matanya memerah kemasukkan pasir-pasir Rinjani, terucap darinya, kita turun saja !!
Ane sendiri seakan terbang di tengah badai, coba loncat berlindung di batu-batuan, angin bertiup dari arah barat ke timur, beberapa knot, paling tidak buat tekanan dalam telinga berubah. Merangkak, terus coba tuk merangkak, namun tak bisa, tiap kaki melangkah seakan menginjak angin, tubuh ini bergeser. Ini resiko...pikirku dalam hati, mending gagal saat ini tapi suatu saat bisa mencoba lagi, daripada tidak bisa mencoba lagi tuk slama-lamanya.
Ane dan bang Ibnu, akhirnya menyerah dan putuskan tuk balik kanan, terlihat beberapa pendaki juga punya keputusan seperti kami.
View Arah Timur Sebelum Puncak Rinjani |
Jangan tanyakan dokumentasi tuk petualangan kita ini. Untuk mengarahkan kamera saja sangat sulit karena tiupan angin, dan baterai tiba-tiba seperti kehilangan "nyawanya", cepat sekali baterai habis. Udara dingin membuat baterai cepat ngedrop. Akhirnya dokumentasi untuk sesi ini cuma beberapa saja.
Matahari Semakin Meninggi, Tapi Angin Semakin Kencang |
Selamat Pagi Segara Anak !! |
( bersambung )
Posting Komentar untuk "Summit Attack Puncak Gunung Rinjani"
Posting Komentar